“Hambatan terbesar bukan di luar, tapi di dalam.”
Dalam dunia yang penuh distraksi dan gejolak, tak mudah menjaga kejernihan batin. Tapi justru di situlah keahlian hidup yang paling penting: kemampuan untuk mengelola diri. Inner Game, sebagaimana dijelaskan oleh Coach Sonny Abi Kim, adalah pondasi awal yang menentukan arah transformasi diri.
1. Semua Dimulai dari Dalam Diri
Kita sering sibuk memperbaiki hasil — relasi, rezeki, kesehatan — padahal akarnya bukan di luar, melainkan di pikiran dan perasaan. Perubahan hidup sejati dimulai ketika kita berani masuk ke ruang batin dan menata ulang keyakinan yang selama ini membentuk perilaku kita.
2. Kejadian Bukan Penyebab Perasaan
Bukan kejadian yang menyakiti kita, tapi pikiran kita tentang kejadian itu. Kesadaran ini membebaskan: kita tak perlu menunggu situasi berubah untuk merasa lebih baik — kita hanya perlu mengubah cara memandangnya.
3. Kemampuan Memilih Adalah Karunia
Allah memberikan manusia ikhtiar: kemampuan untuk memilih pikiran, bukan sekadar menjalani pikiran otomatis. Ketika kita memilih pikiran yang lebih sehat, kita juga menciptakan emosi yang lebih damai dan respons yang lebih bijak.
4. Inner Game Adalah Keterampilan, Bukan Bawaan
Menata batin adalah keterampilan yang bisa dilatih. Ia tumbuh dari kesadaran, latihan, dan keberanian menghadapi emosi tak nyaman. Sama seperti otot, inner game butuh konsistensi agar menjadi kekuatan alami kita.
5. Merespon Emosi Negatif dengan Bijak
Ketenangan bukan karena tidak pernah cemas, tapi karena tahu bagaimana menghadapi kecemasan itu dengan tenang. Inner game mengajarkan kita untuk tidak terjebak dalam drama pikiran, tapi menjadi pengamat yang bijak.
6. Kesadaran Adalah Gerbang Perubahan
Yang tidak disadari, tidak bisa dikendalikan. Sebelum bisa mengubah hidup, kita harus terlebih dahulu menyadari bagaimana pikiran kita bekerja — inilah awal dari kebebasan sejati.
7. Tawakal: Fokus pada Ikhtiar, Pasrah pada Hasil
Ada hal-hal yang bisa kita ubah, dan ada yang tidak. Inner game mengajarkan kita untuk melakukan yang terbaik, tapi menyerahkan hasilnya kepada Allah. Keyakinan ini menghadirkan ketenangan yang dalam: “Tugas saya berikhtiar, hasil milik Allah.”
Latihan Praktis: Memilih Pikiran, Menata Perasaan
Pilih pikiran → Rasakan emosi baru → Tampilkan perilaku baru → Hasil hidup pun berubah.
Gunakan tabel 5 kotak ini sebagai latihan harian:
Situasi | Perasaan | Pikiran Lama | Pikiran Baru | Perasaan Baru |
---|---|---|---|---|
Anak sakit keras | Panik, sedih | “Kenapa harus anakku?” | “Mungkin ini cara Allah menguatkan kami” | Lebih tenang, ikhlas |
Target pekerjaan gagal | Kecewa, frustrasi | “Saya nggak kompeten” | “Saya sedang belajar, ini bagian dari proses” | Lebih sabar, semangat |
Latihan ini sederhana, namun mengubah cara kita merespons kehidupan. Dengan konsisten, ruang batin akan menjadi tempat yang lebih damai dan kuat — meski dunia luar tetap penuh gejolak.
Ketika Ujian Hidup Datang: Kisah Seorang Ibu
Subuh itu, hidup saya berubah.
Sebuah pesan telepon datang: “Ananda mengalami kecelakaan dan patah tulang.”
Saya, seorang ibu, mendadak berada di persimpangan: antara kepanikan atau ketenangan. Dunia terasa hening namun hati bergemuruh hebat. Saat mengantar putra sulung saya ke rumah sakit dan dokter menyampaikan bahwa harus segera dioperasi, saya hanya bisa berdoa dan menyerahkan semuanya pada Allah.
Seharusnya hari itu ia seminar proposal. Tapi takdir berkata lain — ia harus menjalani operasi besar selama lebih dari tiga jam. Saya memilih untuk tetap tenang. Bukan karena saya kuat, tapi karena saya ingin menjadi pelindung hatinya.
Pasca operasi, ia menahan sakit yang membuat hati saya seperti diremas. Ia menangis — dan saya ikut menangis… di dalam hati. Tapi di wajah, saya tetap tersenyum. Menjadi penenang, teman cerita, sekaligus pemberi afirmasi positif setiap waktu. Saya ingin ia tetap percaya bahwa masa depan masih ada — bahwa ia tidak sendiri.
Setiap hari saya bisikkan,
"Kamu kuat, kamu akan kembali berdiri. Allah tidak pernah meninggalkanmu."
Dan benar saja. Seminggu pasca operasi, dengan tangan masih bersanggah, ia mengikuti seminar proposal yang sempat tertunda. Hasilnya? Memuaskan. Allah mudahkan segalanya.
Saya kembali melihat senyum itu. Senyum yang dulu hilang saat ia terbaring lemah. Sebuah senyum yang menyiratkan harapan dan kekuatan baru.
Tidak bercerita kepada siapa pun adalah sebuah pilihan.
Bukan karena ingin memendam atau menutup diri — tapi karena saya tahu, untuk tetap waras dan hadir penuh sebagai ibu, saya harus tetap tenang… di dalam.
Sebab ketenangan sejati bukan soal seberapa banyak kita bicara, tapi seberapa dalam kita mampu mendengar suara hati dan menata pikiran. Inner game mengajarkan bahwa saat badai datang, kita bukan hanya butuh pelampung di luar… tapi jangkar di dalam.
Dalam hening, saya bicara kepada Allah.
Dalam tangis, saya menguatkan diri dengan afirmasi.
Dalam gelombang, saya memilih diam… agar bisa benar-benar mendengar apa yang dibisikkan jiwa:
“Tenang… semua ini tidak untuk menghancurkanmu, tapi untuk membentukmu.”
Hikmah: Saat Badai Datang, Ruang Batin adalah Pelindung Kita
Saya, Sifillah, bukanlah ibu super. Saya hanya belajar untuk tetap sadar dan memilih ketenangan di tengah cobaan yang menguji batin. Saya belajar bahwa:
“Ketika kita bisa memilih pikiran, kita bisa memilih perasaan. Dan saat kita mampu menata batin, kita sedang memilih untuk tetap hidup dalam cahaya — bukan dalam bayang-bayang ketakutan.”
Materi Inner Game dari Coach Sonny bukan sekadar teori — ia menjadi pelita saat hati saya nyaris padam. Ia menjadi jalan untuk tetap berdiri, tetap tersenyum, tetap berharap… bahkan ketika hidup mengguncang keras.
Dan kini saya percaya, “Mempelajari hal baru sejatinya membentuk diri yang baru. Saat kita menguasainya, kita tak lagi menjadi orang yang sama.”
Terima kasih, Allah,
karena telah menguatkanku melalui anakku.
Dan terima kasih, inner game,
karena mengajarkanku untuk tetap tenang saat dunia berguncang.
🕊️ Sifillah
Seorang ibu. Seorang pembelajar. Seorang penulis dalam perjalanan bertumbuh.
INFO iNNERGAME LIFE COACH ACADEMY KLIK DISINI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar