Refleksi Tadabbur Surat Al-Baqarah 61 | Bersama Sifillah
Prolog — Sebuah Bisikan dari Sifillah
Bismillah…
Kita semua sedang berjalan menuju Allah dalam ritme hidup yang terus berubah. Ada hari-hari penuh semangat, ada hari-hari di mana dada terasa sesak dan langkah terasa berat. Ada kalanya kita merasa dekat dengan-Nya, ada pula masa-masa di mana hati terasa jauh, kering, dan bosan.
Namun satu hal yang selalu benar:
Setiap langkah kecil menuju Allah tetap dicatat sebagai perjalanan pulang.
Di sinilah aku ingin mengajakmu menyelam lebih dalam—bukan hanya ke dalam ayat-ayat Al-Qur’an, tetapi juga ke dalam ruang batinmu sendiri. Untuk menemukan apa yang sering tersembunyi di balik rasa bosan, lelah, dan gelisah:
bahwa Allah sedang mendidik kita.
Dan kadang… pendidikan itu hadir dalam bentuk ketidaknyamanan.
1. Kebosanan: Fitrah yang Bisa Menyelamatkan atau Merusak
Pada kelas EMPQ Level 3, Ustadz Rezha Rendy memulai dengan sesuatu yang sangat manusiawi:
Kebosanan.
Bosan dengan rutinitas.
Bosan dengan proses.
Bosan dengan perjuangan yang “tu-ti-la-li-tang”—begitu-begitu saja.
Fitrah. Semua manusia mengalaminya.
Namun kebosanan adalah pedang bermata dua:
**🔪 Jika dikendalikan → ia menjadi energi perubahan.
🔪 Jika dibiarkan → ia merusak apa yang sedang kita bangun.**
Dalam pekerjaan, kebosanan yang tak dikelola membuat seseorang mengeluh lalu merusak sumber rezekinya sendiri.
Dalam rumah tangga, kebosanan bisa berbuah keputusan-keputusan berbahaya.
Dalam perjalanan iman, kebosanan bisa membuat seseorang berhenti bertumbuh.
Karena itulah Allah tidak membiarkan tema ini berlalu begitu saja. Bahkan Allah mengabadikannya dalam Al-Qur’an—agar kita belajar dari kaum yang pernah rusak oleh rasa bosan.
2. Menyelam Lebih Dalam Bersama Al-Qur’an
Level 3 mengajak kita “menyelam”—bukan sekadar membaca ayat, tapi mengurai pola pikir, menemukan akar masalah, dan menghidupkan lagi pesan Al-Qur’an dalam gerak hidup kita.
Sebelum menyelam, peserta diminta menuliskan harapan.
Mengapa?
Karena hanya orang yang mengetahui tujuan yang akan bertahan melawan rasa bosan.
Dan untuk menjaga perjalanan itu tetap hidup, digunakan pula Living Qur’an Journal, serta tantangan 40 hari yang menguatkan disiplin spiritual. Kita belajar bahwa:
“Bukan kita tidak mampu istiqamah—kadang kita hanya tidak melihat perjalanan yang sedang kita jalani.”
3. The Living Qur’an: Siapa dan Apa?
Ketika ditanya:
“Siapakah The Living Qur’an yang sejati?”
Jawabannya jelas dan indah:
Rasulullah ﷺ — manusia yang setiap gerak, keputusan, dan akhlaknya adalah manifestasi hidup dari Al-Qur’an.
Maka tujuan kita bukan menjadi sempurna seperti beliau, tapi menapaki jejak itu sedikit demi sedikit.
Setiap hari sedikit, tetapi terus.
4. Kenapa Semangat Cepat Naik dan Turun?
Setelah kajian atau pelatihan, hati sering menyala. Kita merasa kuat, yakin, penuh cahaya.
Namun beberapa hari berlalu, dan semuanya meredup lagi.
Karena:
-
Energi motivasi cepat naik tetapi cepat habis.
-
Dunia langsung menarik perhatian kita kembali.
-
Pikiran dipenuhi hal teknis, bukan makna.
-
Dan yang paling penting: kita lupa mengapa kita memulai.
Ustadz pernah berkata:
“Yang paling bisa menyemangati dirimu… tetap dirimu sendiri.”
Maka perjalanan ini harus selalu kembali kepada niat, bukan sekadar “perasaan semangat.”
5. Munasabah: Saat Satu Kata Membuka Pintu Kesadaran
Dalam menyelam, kita diajak melihat munasabah—keterhubungan kata dan ayat.
Contohnya kata اشْتَرَىٰ (membeli) dalam At-Taubah 111, ternyata juga muncul di Yusuf ayat 20.
▪️ Di Yusuf, Nabi Yusuf “dibeli dengan harga murah.”
▪️ Di At-Taubah, Allah “membeli hamba-Nya” dengan harga yang sangat mahal: surga.
Hikmahnya:
Jika engkau menjual dirimu kepada manusia, engkau akan dibayar murah.
Tapi jika engkau menjual dirimu kepada Allah—Allah membayarmu dengan kemuliaan.
Jangan bekerja, beramal, atau berjuang hanya demi tepuk tangan manusia.
Semua itu murah.
Balasan terbaik hanya datang dari Allah.
6. Tadabbur Al-Baqarah Ayat 61: Ketika Bosan Menghancurkan
Bani Israil baru saja:Namun mereka berkata:
“Kami bosan. Mintakan makanan lain yang lebih lengkap.”
Bukan permintaannya yang salah—
tetapi sikap dan nada mereka:
merendahkan nikmat, mengeluh, dan membandingkan masa perjuangan dengan masa nyaman yang sebenarnya penuh penindasan di Mesir.
Mereka terlena oleh memori kenyamanan palsu.
Mereka ingin kembali pada sesuatu yang dahulu menyakiti mereka.
Itulah bahayanya kebosanan:
Ia bisa membuatmu ingin kembali pada hal-hal yang dulu merusakmu.
Akibatnya, Allah menimpakan:
-
ذِلَّة – kehinaan,
-
مَسْكَنَة – kerentanan dan kemiskinan,
-
غَضَبٌ – kemurkaan Allah.
Ini terjadi bukan karena bosannya, tetapi karena:
-
Sikap negatif,
-
Mengingkari nikmat,
-
Tidak menghargai perjuangan,
-
Memaksa Nabi,
-
Dan membangkang setelah dibimbing.
7. Pelajarannya Untuk Kita
Dalam setiap perjalanan—hijrah, ibadah, pekerjaan, rumah tangga, bisnis, bahkan healing—kita pasti masuk fase bosan.
Namun ingatlah:
🔹 Bosanan itu normal.
🔹 Mengeluh itu pilihan.
🔹 Reaksimu menentukan kualitas hidupmu.
Kadang kita berkata:
-
“Dulu hidupku enak…”
-
“Sekarang kok berat begini?”
Padahal dulu mungkin kita sedang hidup seperti “di Mesir”—nyaman tapi kosong, hidup tapi terpenjara.
Jangan kembali ke masa lalu hanya karena bosan dengan proses hari ini.
Allah sedang mendidikmu untuk naik kelas.
Bagaimana Mengatasi Kebosanan Menurut Islam?
1. Kenali rasa bosan sebagai sinyal, bukan musuh.
Tanyakan: “Apa yang ingin Allah tunjukkan melalui rasa ini?”
2. Hubungkan ulang diri dengan Al-Qur’an.
Satu ayat sehari lebih baik daripada nol ayat selama sebulan.
3. Jaga konsistensi melalui Living Qur’an Journal.
Catat sedikit, tetapi rutin.
4. Fokus pada niat awal perjalanan.
Niat adalah bensin spiritual.
5. Hindari mengeluh.
Keluhan adalah magnet energi negatif dan penutup rezeki.
8. Insight Utama
Kebosanan adalah panggilan untuk naik tingkat dalam iman.
Bukan alasan untuk berhenti atau kembali ke masa lalu.
Orang yang mampu mengelola rasa bosan akan:
-
Lebih stabil secara emosional,
-
Lebih matang secara spiritual,
-
Lebih fokus dalam perjalanan hijrah,
-
Dan lebih dekat kepada Allah.
Lebih stabil secara emosional,
Lebih matang secara spiritual,
Lebih fokus dalam perjalanan hijrah,
Dan lebih dekat kepada Allah.
Rasa bosan bukan tanda bahwa engkau harus berhenti.
Rasa bosan adalah tanda bahwa engkau sedang menunggu sesuatu lahir dari dalam dirimu.
Seperti penyelam yang harus menembus rasa sesak sebelum melihat keindahan dasar laut—
begitulah kita harus menembus ketidaknyamanan untuk menemukan mutiara dalam diri dan dalam Al-Qur’an.
LATIHAN PRAKTIS (CTA): “Sesi 10 Menit Menyelam”
Lakukan setiap hari selama 7 hari.
1. Duduk tenang 2 menit.
Rasakan napas. Sadari apa yang sedang kamu alami hari ini.
2. Tulis satu hal yang membuatmu bosan akhir-akhir ini.
Jujur. Sederhana. Tanpa menghakimi.
3. Tanyakan: “Apa yang sebenarnya Allah ingin aku lihat dari rasa ini?”
Biarkan jawabannya muncul perlahan.
**4. Baca satu ayat Al-Baqarah 61.
Tandai satu kata yang menarik perhatianmu.**
5. Tulis 2 kalimat refleksi:
-
Satu kalimat tentang dirimu.
-
Satu kalimat tentang Allah.
6. Akhiri dengan doa:
“Ya Allah, kuatkan aku untuk tidak kembali ke Mesirku sendiri.”
Mari Bertumbuh Bersama
Jika hatimu sedang mencari arah, ingin lebih tenang,
dan rindu memperdalam makna hidup melalui ilmu yang menenangkan —
maka bergabunglah dalam WEBINAR BERSAMA
Informasi kajian free yang insyaAllah akan menuntun kita mengenal makna syukur, sabar, dan tauhid dari sisi yang lebih dalam.
📲 Klik untuk bergabung ke salurannya dan dapatkan info kajian berikutnya:
👉 WEBINAR BERSAMA
Karena di setiap ilmu yang kita pelajari dengan hati,
ada bagian diri yang sedang Allah ubah menjadi lebih baik.
Dan di sanalah, The New Me dimulai.








Tidak ada komentar:
Posting Komentar